Parin Van Java
Siapa
yang tidak mengenal nama tersebut. Paris Van Java merupakan sebuah julukan yang
diberikan oleh masyarakat luas kepada Kota Bandung. Dari namanya saja pastinya
kota tersebut sangatlah indah baik itu dari pemandangan maupun berbagai macam
hal didalamnya. Dengan keindahan yang dimiliki tersebut pastinya akan menarik
banyak orang-orang dari seluruh penjuru dunia atau bahkan negara Indonesia
untuk datang ke kota tersebut. Maka tidak usah heran jika banyak sekali
pendatang dari berbagai daerah ke dalam kota tersebut dengan segudang aktifitas
didalamnya dari mulai belajar, berwisata, sampai mengadu nasib agar lebih baik
lagi.
Banyaknya
orang yang datang serta beberapa hal lainnya dari kota Bandung tersebut
pastinya membawa dampak kurang baik bagi lingkungan. Secara contoh saja semakin
banyak masyarakat yang datang atau pertumbuhan penduduk kian meningkat pastinya
kebutuhan akan papan atau tempat tinggal kian meningkat. Untuk dapat memenuhi
kebutuhan akan tempat tinggal pastinya hal yang harus dikorbankan adalah
lingkungan.
Lingkungan
dalam hal ini akan terus saja di eksploitasi secara besar-besar agar dapat
memenuhi kebutuhan hidup dari masyarakat. Lahan dari lingkungan tersebut
digunakan sebagai tempat berdirinya berbagai bangunan. Air bersih didalam
lingkungan tersebut digunakan oleh masyarakat sebagai sumber dari kebutuhan air
bersih. Serta aliran air didalam lingkungan digunakan oleh masyarakat sebagai
tempat saluran pembuangan air kotor. Semua tersebut saling berkolaborasi membuat
lingkungan menjadi kurang baik atas kehidupan masyarakat.
Tidak
hanya itu saja aktifitas sehari-hari masyarakat juga turut serta membuat
lingkungan kian kurang baik bagi kehidupan masyarakat. Dimana kegiatan tersebut
adalah mengonsumsi plastik secara berlebihan. Permasalahan akan plastik masih
menjadi bayangan hitam yang selalu menghantui didalam kehidupan.
Walaupun
penggunaan plastik bisa dikatakan mudah tetapi ternyata dampak kurang baik dari
penggunaan plastik tidak main-main. Sulit terurai merupakan sebuah faktor yang
membuat penggunaan sampah plastik menjadi masalah bagi lingkungan. Dengan sulit
terurai sampah plastik tidak akan berubah wujud. Bahkan terkadang menurut
berbagai informasi yang beredar walaupun sudah beberapa tahun ke depan sampah
plastik akan masih berbentuk plastik.
Tentunya
bisa dibayangkan jika semua orang menggunakan plastik didalam kehidupannya maka
akan banyak sampah plastik yang berserakan. Kini ada sebuah plastik sekali
pakai dengan penggunaan tersebut membuat sampah plastik menjadi kian meningkat.
Jika sudah banyak plastik yang digunakan akan membuat sampah plastik kian
banyak pula. Ketika kondisi demikian terus berlanjut maka pastinya didepan mata
sampah plastik akan menjadi masalah didepan mata. Hal tersebut tidak ingin
terus saja terjadi maka diperlukan sebuah gerakan. Salah satu contoh gerakan
tersebut dilakukan oleh seseorang yang bernama Amilia Agustin.
Amilia
Agustin merupakan seseorang yang lahir pada tanggal 20 April tahun 1996. Pada
saat itu ia dikenal oleh masyarakat luas sebagai salah seorang murid dari SMA
Negeri 11 Bandung. Sosoknya kian dikenal oleh masyarakat luas ketika Amilia
Agustin mendapatkan sebuah penghargaan yang luar biasa atas konstribusinya
terhadap sanitasi di Kota Bandung.
Munculnya konstribusi yang dilakukan oleh Amilia karena kegelisahan melihat banyaknya sampah berserakan di lingkungannya. Akibatnya Amilia bersama sepuluh teman lainnya mendirikan sebuah komunitas. Komunitas tersebut berbasis di sekolah dengan nama “Go To Zero Waste School”. Tidak hanya itu saja latar belakangnya munculnya gerakan komunitas tersebut juga karena geram melihat banyak orang yang suka sembarangan membuang sampah disembarang padahala ditempat tersebut sudah disediakan tempat sampah baik itu organik maupun non-organik. Tetapi nyata masih saja orang-orang membuang sampah secara sembarangan atau mungkin salah membuang sampah.
Pada
saat sekolah Amilia berkonsultasi dengan guru biologi yang saat itu menjadi
pembimbung ekstrakurikuler Karya Ilmiah Remaha (KIR). Ibu guru tersebut
dipanggil dengan nama Ibu Nia. Dari hasil berbincang-bincang tersebut
disarankan bahwa Amilia berserta teman-temannya didalam ekstrakurikuler KIR
tersebut untuk mendatangi sebuah yayasan. Yayasan tersebut bernama Yayasan
Pengembangan Biosains dan Bioteknologi atau biasa disingkat dengan nama YPBB.
Dimana YPBB tersebut bergerak didalam bidang pengomposan dan pemilahan sampah.
Dari saat itulah Amilia dan teman-temannya belajar banyak dari YPBB tersebut.
Sehingga dari hasil tersebut menginspirasi Amilia dan teman-teman untuk membuat
tempat pemilah sampah organik dan anoganik.
Di
tahun 2008 akhirnya tempat sampah pemilah tersebut direalisasikan. Tetapi
nyatanya diawal-awal tersebut ternyata mendapatkan respon kurang baik. Ada
banyak sekali alasan-alasan salah satunya penggunaan kardus yang dinilai kurang
estetis. Akhirnya dari kardus tersebut dibalut oleh kertas kato. Tetapi masih
kurang efektif karena tempat sampah tersebut masih banyak yang
ditendang-tendangin oleh para siswa. Pengalaman pahit yang diterima tersebut
menyadarkan Amilia dan teman-temannya bahwa kegiatan mereka akan sulit
dilakukan hanya jika dilakukan secara sendiri-sendiri. Maka dari itu Amilia
memiliki sebuah ide untuk mengampenyekan masalah tersebut ketika moment yang
tepat saat Masa Orientasi Sekolah atau disingkat dengan nama MOS. Setelah
itulah Amilia akhirnya dibentuklah sebuah subdivisi baru didalam
ekstrakurikuler KIR dengan kegiatan bidangnya adalah pengelolaan sampah di
sekolah. Nama subdivisi tersebut diberi nama “Sekolah Bebas Sampah” atau bisa
disebut pula dengan nama “Go to Zerowaste School”.
Setelah
itu Amilia beserta teman-temannya mencari berbagai macam cara agar dapat
memproses sampah-sampah yang telah dikumpulkan tersebut dapat menjadi barang
yang dapat digunakan kembali. Saat itu kelas 9 Amilia mengetahui bahwa salah
satu temannya yang tinggal tidak jauh dari sekolah memiliki latar belakang
kurang mampu. Akibatnya kondisi tersebut membuat Amilia memiliki ide untuk
dapat memperdayakan ibu-ibu dari teman-temannya untuk melakukan daur ulang
sampah. Akhirnya dari ide tersebut kini Amilia mengajak para ibu untuk mendaur
ulang sampah yang dikumpulkan menjadi berbagai macam hal seperti tas yang
berbahan dasar bungkus kopi.
Konstribusi
yang dilakukan oleh Amilia tidak hanya dilingkungannya sekitar tetapi kini
sudah berjalan dalam lintas generasi. Bahkan kegiatan tersebut tetap berjalan
walaupun kini Amilia sudah tidak ada didalam sekolah tersebut. Kini setelah
duduk di bangku SMA Amilia juga mendirikan sebuah komunitas Bandung Bercerita.
Secara garis besar kominitas tersebut memiliki kegiatan untuk dapat mendidik
anak-anak yang bermukim di dekat dengan rel kereta api pada Kota Bandung.
Kominitas tersebut juga memiliki sebuah modul bernama 101 Creative Teaching.
Modul tersebut memiliki isi materi akan cara-cara akan mengajarkan anak-anak
agar dapat mau belajar.
Kegiatan
yang dilakukan oleh Amilia juga terus berlanjut saat Amilia berkuliah di
Universitas Udayana Bali. Dimana kegiatan yang dilakukan oleh Amilia adalah
membuat sebuah bank sampah. Bahkan ketika sudah lulus dari sebuah jurusan
Fakultas Ekonomi tempat pendidikan yang ditempuh Amilia juga tetap melakukan
sebuah kerja sama dengan Astra supaya memberdayakan berbagai macam desa-desa di
Bali.
Dari
berbagai macam kegiatan secara nyata yang dilakukan tersebut harapannya dapat menekan
permasalahan sampah di lingkungan masyarakat yang dimulai dari lingkungan
sekitar. Sehingga diujungnya permasalahan akan sampah khususnya sampah plastik
dapat diatasi didalam Kota Bandung. Di ujungnya arti sesungguhnya dari julukan
Parin Van Java dapat benar-benar diberikan kepada Kota Bandung.
Semoga
tulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Terima kasih.
Belum ada tanggapan untuk "Mencintai Lingkungan Dengan Aksi Nyata Dalam Kehidupan"
Posting Komentar